Sringkali kisah seputar kelahiran ulama besar banyak diwarnai cerita-cerita yang berbau mistik. Orang bisa percaya karena kisah –kisah misterius itu sulit atau bahkan tidak mungkin terulang kembali dengan bentuk yang persis sama. Kisah kejadian yang luar biasa seperti penampakan malaikat sebagai makhluk Allah yang ghaib biasanya hanya terjadi pada orang-orang tertentu. Dikisahkan bahwa beberapa hari menjelang kelahiran TGH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, dang ayah bernama Abdul Madjid didatangi seorang wali bernama Syeikh Ahmad Rifa’i dari Maghribi. Kepadanya ia mengatakan bahwa “akan lahir dari istrimu seorang anak laki-laki kelak menjadi ulama besar di abad ke-20 dan akan menjadi sulthan al-Aulia’”. Kemudian sang wali tersebut berpesan agar bayi laki-laki yang tidak lama lagi lahir ke dunia diberi nama Syagaf.
Tepatnya tanggal 17 Rabiul Awwal 1324 H/1906 M, di Bermi Pancor Lombok Timur, bayi dimaksud lahir. Sesuai amanat, bayi tersebut diberi nama Muhammad Syaggaf.Jelas bahwa penamaan tersebut sesuai dengan harapan kedua orang tua agar kelak anaknya menjadi penerus perjuangan para ulama terdahulu untuk mensyiarkan agama Islam. Sebagai mubaligh, Abdul Madjid merasa optimis bahwa dirinyaa mampu mendidik dan mengarahkan anaknya menjadi generasi yang saleh, taat beribadah, dan paham terhadap ilmu-ilmu agama. Karena itu, dasar-dasar pendidikan agamanya ditangani secara langsung. Setelah dasar-dasar ke-Islam-an ditanamkan, Abdul Madjid menyuruh anaknya untuk belajar ilmu nahwu kepada TGH. Syafruddin dan TGH. Abdullah bin Amak Dulaji Kelayu, perintah tersebut tentu saja disertai harapan agar ia menjadi ulama yang menguasai ilmu agama dan mengetahui ilmu-ilmu sosial lainnya. Sebab disadarinya bahwa ilmu nahwu adalah alat utama abagi semua oranga yang ingin mendalami ke-islam-an. Belum puas mendidik anaknya belajar ilmu agama secara otodidak, untuk memperluas pengetahuan anakny, Abdul Madjid menganjurkan agar Zainuddin meneruskan belajar agama di Makkah. Harapan ini diwujudkan pada tahun 1341 H/1923 M. Bersama istrinya, ia mengantarkan anaknya yang baru berusia 17 tahun untuk belajar agama di Makkah. Di sana menemui dua ulama besar Masjidil Haram, yaitu Syeikh Marzuqi Palembang dan H. Mawardi Betawi. Kedua tokoh tersebut menyarankan agar Zainuddin masuk ke Madrasah al-Syaulatiyyah. Madrasah ini didirikan oleh ulama besar dari inida bernama Syeikh Muhammad Rahmatullah Ibnkhalil al-Hindi ad-Dahlawi, pada tahun 1291 H/1874 M (w. 1308 H) di tengah deru pembaharuan pendidikan di Hijaz yang dilancarkan Dinasti Usaman. Pada waktu zainuddin masuk, madrasah ini dipimpin oleh Syeikh Salim Rahmatullah, putra dari Syeikh rahmatullah, pendiri al-Syaulatiyyah. Ketika mengikuti ujian penyaringan masuk al-Syaulatiyyah, Zainuddin dinyatakan lulus istimewa sehingga langsung diterima di kelas 3 (tiga), namun ia menolak dan meminta agar tetap duduk di kelas 2 (dua). Selama mendampingi anaknya, Abdul Madjid terus melancarkan nasehat-nasehat agar rajin menuntut ilmu dan hormat kepada guru. Diceritakan bahwa suatu ketika Zainuddin dimarahi oleh ayahnya karena selama seminggu belum bersilaturrahmi ke rumah Syeikh Marzuqi Palembang. Hal lain yang perlu diketahui adalah keteladanan dan kesabaran yang diperlihatkan ibunya dalam melayani seluruh kebutuhan belajar Zainuddin, hingga mereka berdua menemani zainuddin di Makkah selama dua musim haji, sedangkan ibunya mendampinginya sampai akhir hayat dan dimakamkan di Makkah.
ketekunan belajar Zainuddin merupakan salah satu kelebihan yang patut diteladani.ia di kenal oleh rekan-rekannya sebagai sosok murid yang mempunyai etos belajar yang tinggi. Usai sholat isya dirinya langsung tidur kemudian bangun tengah malam untuk melakukan sholat sunnat.usai sholat dilanjutkan belajar hingga waktu sholat subuh tiba.setelah sholat subuh,belajar kembali hingga menjelang berangkat sekolah.semangatnya yang tinggi untuk mempelajari ilmu-ilmu agama tercermin dari keseriusannya mengkaji berbagai kitab.setiap kitab yang baru diterbitkan langsung dibelinya.ia disediakan biaya yang cukup dari kedua orang tuanya untuk membeli berbagai kitab yang diinginkan.setiap bulan kedua orang tuanya mengirimkan biaya sebesar 350-450 ringgit,dibandingkan teman lainnya yang hanya mendapat kiriman dari orang tuanya sekitar 35-45 ringgit setiap bulannya.lama pelajaran yang seharusnya di tempuh 9 tahun hanya diselesaikan dalam waktu 6 tahun.setelah Zainiddin lulus dari kelas 2,tahun berikutnya sampai ke kelas 6 dan kemudian naik naik di kelas 7,8,9.selama mengikuti pelajaran ,ia tercatat sebagai murid berprestasi.wajar jika para gurunya sering menunjuk untuk mewakili di berbgai acara seperti saat ada kunjungan pengawas madrasah kerajaan Saudi.akibat prestasi belajar inilah Zainuddin sering memperoleh sanjungan dari guru maupun dari teman seangkatan.
Tahun 1351 H/1933 M Zainuddin lulus dari al-Syaulatiyyah dengan menyandang predikat istimewa.Ia adalah satu-satunya murid al-Syaulatiyah yang mendapat ijazah mumtaz. Seperti yang diceritakan oleh TGH.Afifuddin Adnan,bahwa semua murid di al-Syaulatiyah ijazahnya dicetak kecuali ijazah Zainuddin sendiri yang ditulis tanagn dengan kaligrafi al-Quran. Ini merupakan kehormatan yang diberikan oleh Maulana Syeikh Salim rahmatullah setelah melihat kelbihan Zainuddin dibanding murid-murid lainnya. Kenyataan ini tertera dalam ijazahnya yang khusus ditulis tangan. Semua nilai bidang studi memperoleh angka 10 (sepuluh). Selain itu, ia memperoleh tanda bintang sebagai penghargaan atas prestasinya yang mengagumka. Dengan prestasi inilah, setamat dari Madrasah al-Seikh Hasan Muhammad al-Masysyat serta para guru lainnya agar mengabdi di almamaternya. Permintaan tersebut dipenuhi selama satu tahun. Ia mengajar di kelas yang diajar oleh Syeikh Yasin Padang. Selam belajar di Makkah, ia gunakan waktu sebaik mungkin sehigga hasrat yang tinggi untuk menguasai berbagai ilmu-ilmu keagamaan dapat terpenuhi. Di Madrasah al-Syaulatiyyah ini Zainuddin belajar dan memperdalam berbagai ilmu agama islam secara tekun di bawah bimbingan para ulama terkemuka. Ketekunan dan kecerdasannya mengundang komentar yang berintikan sanjungan dari teman sekolah dan guru-gurunya. Meskipun pujian dan sanjungan datang dari berbagai pihak, ia tetap rendah hati dan terus memacu diri mendalami ilmu-ilmu agama kepada para ulama. Ilmu-ilmu agama tersebut, antara lain ilmu tajwid, al-Qur’an dan qira’at sab’ah dipelajari dari Syeikh Jamal Mirdad, Syeikh Umar Arba’in (ahli al-Quran dan qasidah), syeikh ‘Abd al-Lathif Qari (guru besar qira’at sab’ah di Madrasah al-Syaulatiyyah) dan Syeikh Muhammad ‘Ubaid (guru besar dalam bidang ilmu tajwid dan qirat yang cukup terkenal di Makkah).
ketekunan belajar Zainuddin merupakan salah satu kelebihan yang patut diteladani.ia di kenal oleh rekan-rekannya sebagai sosok murid yang mempunyai etos belajar yang tinggi. Usai sholat isya dirinya langsung tidur kemudian bangun tengah malam untuk melakukan sholat sunnat.usai sholat dilanjutkan belajar hingga waktu sholat subuh tiba.setelah sholat subuh,belajar kembali hingga menjelang berangkat sekolah.semangatnya yang tinggi untuk mempelajari ilmu-ilmu agama tercermin dari keseriusannya mengkaji berbagai kitab.setiap kitab yang baru diterbitkan langsung dibelinya.ia disediakan biaya yang cukup dari kedua orang tuanya untuk membeli berbagai kitab yang diinginkan.setiap bulan kedua orang tuanya mengirimkan biaya sebesar 350-450 ringgit,dibandingkan teman lainnya yang hanya mendapat kiriman dari orang tuanya sekitar 35-45 ringgit setiap bulannya.lama pelajaran yang seharusnya di tempuh 9 tahun hanya diselesaikan dalam waktu 6 tahun.setelah Zainiddin lulus dari kelas 2,tahun berikutnya sampai ke kelas 6 dan kemudian naik naik di kelas 7,8,9.selama mengikuti pelajaran ,ia tercatat sebagai murid berprestasi.wajar jika para gurunya sering menunjuk untuk mewakili di berbgai acara seperti saat ada kunjungan pengawas madrasah kerajaan Saudi.akibat prestasi belajar inilah Zainuddin sering memperoleh sanjungan dari guru maupun dari teman seangkatan.
Tahun 1351 H/1933 M Zainuddin lulus dari al-Syaulatiyyah dengan menyandang predikat istimewa.Ia adalah satu-satunya murid al-Syaulatiyah yang mendapat ijazah mumtaz. Seperti yang diceritakan oleh TGH.Afifuddin Adnan,bahwa semua murid di al-Syaulatiyah ijazahnya dicetak kecuali ijazah Zainuddin sendiri yang ditulis tanagn dengan kaligrafi al-Quran. Ini merupakan kehormatan yang diberikan oleh Maulana Syeikh Salim rahmatullah setelah melihat kelbihan Zainuddin dibanding murid-murid lainnya. Kenyataan ini tertera dalam ijazahnya yang khusus ditulis tangan. Semua nilai bidang studi memperoleh angka 10 (sepuluh). Selain itu, ia memperoleh tanda bintang sebagai penghargaan atas prestasinya yang mengagumka. Dengan prestasi inilah, setamat dari Madrasah al-Seikh Hasan Muhammad al-Masysyat serta para guru lainnya agar mengabdi di almamaternya. Permintaan tersebut dipenuhi selama satu tahun. Ia mengajar di kelas yang diajar oleh Syeikh Yasin Padang. Selam belajar di Makkah, ia gunakan waktu sebaik mungkin sehigga hasrat yang tinggi untuk menguasai berbagai ilmu-ilmu keagamaan dapat terpenuhi. Di Madrasah al-Syaulatiyyah ini Zainuddin belajar dan memperdalam berbagai ilmu agama islam secara tekun di bawah bimbingan para ulama terkemuka. Ketekunan dan kecerdasannya mengundang komentar yang berintikan sanjungan dari teman sekolah dan guru-gurunya. Meskipun pujian dan sanjungan datang dari berbagai pihak, ia tetap rendah hati dan terus memacu diri mendalami ilmu-ilmu agama kepada para ulama. Ilmu-ilmu agama tersebut, antara lain ilmu tajwid, al-Qur’an dan qira’at sab’ah dipelajari dari Syeikh Jamal Mirdad, Syeikh Umar Arba’in (ahli al-Quran dan qasidah), syeikh ‘Abd al-Lathif Qari (guru besar qira’at sab’ah di Madrasah al-Syaulatiyyah) dan Syeikh Muhammad ‘Ubaid (guru besar dalam bidang ilmu tajwid dan qirat yang cukup terkenal di Makkah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar