Subscribe:

Senin, 28 Oktober 2013

Lagu-Lagu Perjuangan Karya TGKH M. Zainuddin Abdul Majid

MARS NAHDLATUL WATHAN

Kami benihan Nahdlatul Wathan yang setia
Mengorbankan jiwa membela Nusa dan Bangsa
Agar umat seluruh bersatu raga
Marilah kita hindarkan pengaruhnya setan durhaka
Teguhkan hati janganlah mundur
Walau setapak kaki....

Reff :
      Serta tulus ikhlas kepada Tuhan
      Jangan tingggi karena puji
      Mari kita lenyapkan
      Agar Nahdlatul Wathan yang perwira
      Hidup makmur serta jaya
      Dalam aman sentosa 2X


TA’SIS NAHDLATUL WATHAN

Antiya pancor biladi
Antu’unwanul kamali
Kullumayya’tiki yauma
Zairon yalkon nawali

Yabani wathani yajiddu
Wasyharu tulallayali
Wathani ruhi fida’u
Lakimingkulli dholali

Ayyuhal Islamu syukro
Innakum ahlul ma’ali
Jarridul ‘izza li idro
Kilkamali wal ‘amali

Hadzihi madrosatul ‘iz
Ziwaun wanul kamali
Kullumallabbamu nadi
Hafala yahsyal wabali


NAHDLATAIN

Nahdlatul Wathan setia
Nahdlatul Banat sedia
Ngurasang batur si’ pidem
Nde’ ne ngese leat kelem 2x

Bangsaku pacu beguru
Kaumku sasak bejulu
Bangsaku nde’ ne bemudi
Pete sangu jelo mudi 2x

Ilmu agama berguna
Doe bande nde’ ne gune
Nde’ ne perlu bangsa-bangsa
Mun agama nde’ te raksa 2x

Mesti te syukur beribu
Ribu ribu ribu ribu
Kemamang po ne ara’
Tao’te nuntut agamante 2x

Dese pancor nde’ kulupa’
Budi bermi ngeno jue’
Tao’ku ngaji belajar
Bilang jelo ateng ku sabar2x

Madrasahku-madrasahku
Jari inangku amangku
Madrasahku mudahan de
Selamet belo umurde 2x

NAHDLATUL WATHAN

Syukur Alhmamdulillah Nahdlatul Wathan
Mempunyai banyak keistimewaan
Nahdlatul Wathan dari zaman ke zaman
Penuh rahasia serat kelebihan

Nahdlatul Wathan bergerak dibidang
Sosial dakwah serta pendidikan
Nahdltul Wathan tak mengutamakan
Pangkat dan kursi serta kedudukan

Nahdlatul Wathan aktif menjalankan
Amar ma’ruf serta nahi mungkar
Nahdltul Wathan dimana dan kapan
Sesuai dengan perkembangan zaman

Nahdlatul Wathan pemberantas kemiskinan
Kemunduran dan keterbelakangan
Nahdlatul Wathan tak mau ketinggalan
Disemua bidang dalam kebaikan

Nahdlatul Wathan aktif mendo’akan
Pemuka agama bangsa negara
Mendo’akan negara Indonesia
Subur aman adil makmur merata

BAPAK MAULANA

Siapa yang cinta bapak Maulana
Ikhlaskan hati hidup mati bersama
Apapun coba tegakkan jiwa
Tetap bersama demi iman dan taqwa 2X

Jangalah karena senyum manisnya dunia
Sehingga lupa guru ibu bapaknya
Jangan na”da terpaksa memilih dunia
Jangan sampai ayahda di buat boneka 2X

Oh karena dunia membuang guru ibu bapak
Oh karena dunia orang melelang iman taqwanya
Hati-hatilah tipuan dunia
Ingatlah dunia bangkai semata-mata 2X


MARS HAMZANWADI


Bapak kiyai HAMZANWADI tercinta
Al-Ulama’ paling banyak berjasa
Pada Agama Serta Nusa Bangsa
Siang dan malam mempertahankan agama

Serta membina, iman dan taqwa
Jiwa besar, lapang dada
Tekun sabar, ikhlas hati
Wajahnya tenang dan beseri
Dalam menghadapi cobaan rintangan Caci dan cerca 2X

Berhati baja pantang mundur ke belakang
Maju ke depan pantang menyerah………
Tak goyah karena gelombang
Tak rebah karena angin topan

Nahkoda kapal tetap tenang
Berlayar ke pulau seberang
Hidup HAMZANWADI tersayang
Putra rinjani selaparang 2X

SURAT WAQI’AH

Baca olehmu surat waqi’ah
Tilawahnya jangan kau ubah
Rauhun raihanun jangan dipisah
Seperti ayat dalam waqi’ah

Ikutilah fatwanya ulama’
Yang selalu berdasarkan syara’
Jangan ikut omongan juhala’
Cerita mimpi hayalnya banyak

Sekarang banyak dongeng ajaib
Diceritakan oleh si kadzib
Sehingga orang banyak ta’ajjub
Padahal itu omongan kidzib

Mata gunakan untuk melihat
Telinga mendengarkan nasihat
Cernakkan dengan otak yang sehat
Bibir janganlah untuk mengumpat

Pancor bermi lahir HAMZANWADI
NWDI serta NBDI
Ini bukan hayal bukan mimpi
Jangan tinggalkan barokah suci

Tuan guru bajang pewaris nyata
Ilmu serat barokah datuknya
Coba saksikan kalau berfatwa
Sopan santun berbudi bahasa

Mengadu domba membuat fitnah
Ulah iblis alaih laknatulloh
Jangan ikuti lantaran upah
Kursi dan harta melimpah ruah

SAKIT JAHIL

Sakit jahil nde’ narak oatne
Selainan si’ te beguru nagji
Semeton jari si’ masih sakit
Te pade beroat le’ Nahdlatul Wathan

Agen teselamet era’ le’ akhirat
Te pade beroat le’ nahdlatul banat
Agen teselamet era’ le’ akhirat
Pade nagaji le’ nahdlatul wathan

Pade nagaji le’ nahdlatul banat
Bilang jelo nde’ te mele telat 2x
Rumu diri’te sampung masih sehat 2x
Tebeguru ngaji le’ nahdlatul wathan

Agen nde’ te nyesel era’ le’ akhirat
Tebeguru ngaji le’ nahdlatul banat
Agen nde’ te nyesel era’ le’ akhirat



Selengkapnya lagu Karya TGKH M. Zainuddin Abdul Majid  bisa di download di sini

1. Format mp3
 

2. Atau Format Rar

Read More..

Pengembaraan TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid dalam menuntut Ilmu

A.    PENDIDIKAN FORMAL DI LOMBOK DAN BERGURU PADA KYAI LOKAL
Pengembaraan Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menuntut ilmu pengetahuan berawal dari pendidikan di dalam keluarga, yakni dengan belajar mengaji [membaca Al Qur’an] dan berbagai ilmu agama lainnya, yang diajarkan langsung oleh Ayahnya, Tuan Guru Haji Abdul Madjid. Pendidikan yang didapatkan dari Ayahnya ini, dimulai sejak berusia 5 tahun. Baru setelah berusia 9 tahun ia memasuki pendidikan formal pada sebuah sekolah umum yang disebut Sekolah Rakyat Negara [Sekolah Gubernemen] di Selong Lombok Timur.
Setelah menamatkan pendidikan formalnya pada Sekolah Rakyat Negara pada tahun 1919 M, ia kemudian diserahkan oleh ayahnya untuk belajar ilmu pengetahuan agama yang lebih luas lagi pada beberapa kiyai lokal saat itu, antara lain Tuan Guru Haji Syarafuddin dan Tuan Guru Haji Muhammad Sa’id dari Pancor serta Tuan Guru Abdullah bin Amaq Dulaji dari Kelayu Lombok Timur. Dari beberapa kyai lokal ini, Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin selain mempelajari ilmu-ilmu agama dengan menggunakan kitab-kitab Arab Melayu, juga secara khusus mempelajani ilmu-ilmu gramatika bahasa Arab, seperti ilmu Nahwu dan Sharf.
Menjelang musim haji tahun 1341 [1923 M], Muhammad Saggaf yang saat itu telah mencapai usia 15 tahun, berangkat ke Tanah Suci Makkah dengan diantar langsung oleh ayah dan ibunya bersama tiga orang adiknya, yaitu: H. Muhammad Faishal, H. Ahmad Rifa’i dan seorang kemenakannya. Bahkan ikut serta dalam rombongan ini, salah seorang gurunya, yaitu Tuan Guru Haji Syarafuddin dan beberapa anggota keluarga dekat lainnya.
 
B.     BELAJAR DI TANAH SUCI MAKKAH
 Ketika sampai di Makkah Zainuddin Muda belajar pertama kali pada  Syeikh Marzuki, Syeikh Marzuki adalah seorang keturunan Arab kelahiran Palembang. Ia sudah lama tinggal di Makkah dan mengajar mengaji di Masjidil Haram.
Beliau mempelajani ilmu sastra dengan spesifikasi syair-syair Arab kepada ahli syair terkenal di Makkah, yakni Syaikh Muhammad Amin al-Kutbi. Pada saat itulah ia berkenalan dengan Sayyid Muhsin al-Palembani, seorang keturunan Arab kelahiran Palembang. Ternyata ia kemudian menjadi gurunya di Madrasah al-Shaulatiyah. Sayyid Muhsin juga pendiri Madrasah Darul Ulum yang saat itu amat terkenal di Makkah dan sebagian besar muridnya berasal dari Indonesia.
Dua tahun setelah terjadinya huru hara di Tanah Suci Makkah, stabilitas keamanan relatif terkendali. Pada saat itu Muhammad Zainuddin berkenalan dengan seseorang yang bernama Haji Mawardi dari Jakarta. Dari perkenalan itu, Zainuddin diajak untuk masuk belajar di sebuah madrasah legendaris di Tanah Suci, yakni Madrasah al-Shaulatiyah. Madrasah ini didirikan pada tahun 1219 H, oleh seorang ulama besar imigran India, yaitu Syaikh Rahmatullah Ibnu Khalil al-Hindi al-Dahlawi. Madrasah ini adalah madrasah pertama sebagai permulaan sejarah baru dalam dunia pendidikan di Saudi Arabia. Gaungnya telah menggema ke seluruh dunia dan telah menghasilkan banyak ulama-ulama besar dunia.
Muhammad Zainuddin masuk di madrasah ini, pada tahun 1345 H [1927 M], Madrasah al-Shaulatiyah di bawah pimpinan cucu dari pendirinya, yaitu Syaikh Salim Rahtnatullah. Petama kali masuk, ia diantar oleh Haji Mawardi dan langsung menghadap kepada Syaikh Salim Rahmatullah selaku pimpinan [Mudir/ Direktur]. Pada hari pertama masuknya, ia bertemu dengan Syaikh Hasan Muhammad al-Masysyath yang nantinya akan menjadi gurunya yang hubungannya paling dekat. Di sana juga ia bentemu Syeikh Sayyid Muhsin al-Musawa, diantara temannya sewaktu belajan syair pada Syeikh Sayyid Amin al-Kutbi, yang ternyata juga sebagai salah seorang guru di madrasah ini.
Setiap thullab baru yang masuk, harus mengikuti tes masuk untuk menentukan kelas yang tepat dan cocok bagi thullab baru tersebut. Demikian juga dengan Muhammad Zainuddin, ia diuji juga terlebih dahulu. Dan secara kebetulan ia langsung diuji oleh Mudir al-Shaulatiyah sendiri, yaitu Syaikh Salim Rahmatullah dan Syaikh Hasan Muhammad al-Masysyath.
Akhirnya, Syeikh Hasan Muhammad al-Masysyath menentukannya masuk di kelas III. Padahal ilmu Nahwu-Sharaf yang belum dikuasai diajarkan di kelas II. Mendengar keputusan tersebut, ia meminta agar diperkenankan masuk kelas II, dengan alasan ingin mendalami mata pelajaran Nahwu-Sharaf. Walau pada awalnya Syeikh Hasan bersikeras dengan keputusannya, namun argumentasi Muhammad Zainuddin membuatnya berfikir kembali. Kemudian ia mengabulkan permohonan sang murid. Maka resmilah ia diterima di kelas II.
Ketekunannya dalam belajar membuahkan hasil. Beberapa orang gurunya mengakui ia tergolong murid yang cerdas. Syaikh Salim Rahmatullah selalu mempercayakan kepadanya untuk menghadapi Penilik Madrasah pemerintah Saudi yang seringkali datang ke madrasah itu, Penilik madrasah itu menganut faham Wahabi. Dan ia satu-satunya murid Madrasah al-Shaulatiyah yang dianggap menguasai faham Wahabi. Pentanyaan Penilik itu biasanya menyangkut soal-soal hukum ziarah kubur, tawassul kepada Anbiya’ dan Auliya’, bernazar menyembelih kambing berbulu hitam atau putih dan sebagainya. Dan ia selalu berhasil menjawab pertanyaan Penilik itu dengan memuaskan.
Ketekunannya dalam belajar dan bendiskusi juga diakui oleh salah seorang teman sekelasnya di Madrasah al-Shaulatiyah tersebut, yaitu Syaikh Zakaria Abdullah Bila, seorang ulama besar di Tanah Suci Makkah. Ia mengatakan: “saya teman seangkatan Syaikh Zainuddin, saya telah bengaul dekat dengannya beberapa tahun. Saya sangat kagum padanya. Dia sangat cerdas, akhlaknya mulia. Dia sangat tekun belajar, sampai-sampai jam keluar mainpun diisinya menekuni kitab pelajaran dan berdiskusi dengan kawan-kawannya.”
Prestasi akademiknya sangat membanggakan. Ia berhasil meraih peringkat pertama dan juara umum. Di samping itu, dengan kecerdasan yang luar biasa, ia berhasil menyelesaikan studinya dalam kurun waktu 6 tahun. Padahal lama belajar normal adalah selama 9 tahun, yaitu mulai dari kelas I sampai dengan kelas IX. Dari kelas II, ia langsung ke kelas IV. Tahun berikutnya ke kelas VI, dan kemudian pada tahun-tahun berikutnya secara berturut-turut naik ke kelas VII, VIII dan IX.
Dengan tingkat kecerdasan [IQ] yang sangat tinggi ini, Syaikh Zakaria Abdullah Bila mengatakan, “Syeikh Zainuddin itu adalah manusia ajaib di kelasku, karena kegeniusannya yang sangat tinggi dan luar biasa, saya sungguh menyadari hal ini. Syaikh Zainuddin adalah saudaraku, karibku, dan kawan sekelasku. Saya belum pernah mampu mengunggulinya dan saya tidak pernah menang dalam berprestasi dikala saya dan dia bersama-sama dalam satu kelas di Madrasah As-Saulatiyah Makkah.”
Lebih jauh Syaikh Zakaria menceritakan: “Pernah sehari sebelum ujian, saya mengambil sebuah kitab di perpustakaan secara diam-diam dan membawanya pulang Kitab itu hanya satu di perpustakaan, yang berisi mata pelajaran yang akan diujikan esok harinya. Hal ini saya lakukan dengan sengaja agar Syaikh Zainuddin tidak bisa menelaahnya, sehingga dalam ujian nanti dapat mengalahkannya. Ternyata keesokan harinya dalam ujian, dia benhasil menjawab semua, pertanyaan dengan sangat baik dalam bentuk syair [puisi] dalam bahasa Arab.”
Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid berhasil menyelesaikan studinya di Madrasah al-Shaulatiyah Makkah pada tahun 1351 H. [1933 M] dengan predikat istimewa [Mumtaz]. Predikat istimewa tersebut disertai pula dengan perlakuan yang istimewa dari Madrasah al-Shaulatiyah.
Ijazahnya ditulis tangan langsung oleh seorang ahli khat terkenal di Makkah saat itu, yaitu al-Khathath al-Syaikh Dawud al-Rumani atas usul dari Direktur Madrasah al-Shaulatiyah. Kemudian ijazah tersebut ditanda tangani oleh beberapa orang gurunya. Ijazah tersebut diserah terimakan kepadanya pada tanggal 22 Dzulhijjah 1353 H.
Setelah tamat di Madrasah al-Shauladyah, ia tidak langsung pulang ke Indonesia. Tetapi bermukim lagi di Makkah selama 2 tahun sambil menunggu adiknya yang masih belajar yaitu Haji Muhammad Faishal. Dua tahun ini dimanfaatkannya untuk belajar, antara lain belajar ilmu Fiqh kepada Syaikh Abdul Hamid Abdullah al-Yamani.
Dengan demikian, waktu belajar yang ditempuh di Tanah Suci Makkah adalah selama 13 kali musim haji atau kurang lebih 12 tahun. Berarti sampai pulang ke kampung halamannya, ia sempat mengerjakan ibadah haji sebanyak 13 kali.
Read More..

Pernikahan dan Keluarga Besar TGKH Abdul Madjid

Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid selama hayatnya telah menikah sebanyak tujuh kali. Dari ketujuh perempuan yang pernah dinikahinya itu, ada yang mendampinginya sampai wafat, ada yang wafat terlebih dahulu semasih ia hidup dan ada juga yang diceraikannya setelah beberapa bulan menikah. Di samping itu, ketujuh perempuan yang telah dinikahinya itu, berasal dari berbagai pelosok daerah di Lombok, dan dari berbagai latar belakang. Ada yang berasal dari keluarga biasa dan ada pula yang berlatar belakang bangsawan, seperti istrinya yang bernama Hajah Baiq Siti Zuhriyah Mukhtar, berasal dari Desa Tanjung, Kecamatan Selong.
Adapun nama-nama perempuan yang pernah dinikahi oleh Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, adalah: 1] Chasanah; 2] Hajah Siti Fatmah; 3] Hajah Raihan; 4] Hajah Siti Jauhariyah; 5] Hajah Siti Rahmatullah; 6] Hajah Baiq Siti Zuhriyah Mukhtar; dan, 7] Hajah Adniyah.
Selanjutnya dari ketujuh orang perempuan yang dinikahinya, Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, hanya mendapatkan dua orang puteri, yakni Siti Rauhun dari perkawinannya dengan Hajah Siti Jauhariyah dan Siti Raihanun dari perkawinannya dengan Hajah Siti Rahmatullah.
Hajah Siti Jauhariyah adalah seorang perempuan yang tenkenal cantik, hingga pada masa gadisnya, onang sering menyebutnya sebagai “Kembang dari Kampung Jawa”. Disebut demikian karena ia adalah puteri dari perkawinan antara seorang wanita Selong yang bernama Masnah dan pria berasal dan Jawa yang bernama Abdurrahim. Abdurrahim adalah seorang muballigh yang mengembangkan ajaran Islam di Kampung Jawa. Tugas sehari-harinya adalah sebagai seorang pejabat pemerintah pada waktu itu.
Hajah Siti Jauhariyah dipersunting oleh Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid pada usia yang sangat muda, yaitu ketika berusia 12 tahun. Setelah menikah pasangan ini tidak langsung tinggal serumah. Mereka baru tinggal serumah setelah Hajah Siti Jauhariyah berusia 19 tahun.
Pada tahun 1947, ketika Siti Jauhariyah telah berusia sekitar 20 tahun, ia dinyatakan positif hamil. Kehamilan ini disambut dengan senang dan gembira, karena setelah lama menikah Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zaiuddin belum juga diberikan keturunan oleh Allah SWT. Ia bahkan pernah dikatakan mandul dan tidak akan mendapatkan keturunan.
Mendengar informasi kehamilan Siti Jauhariyah, Tuan Guru Kyai Muhammad Zainuddin segera datang ke rumahnya untuk menantikan saat-saat kelahiran anak pertamanya. Pucuk dicinta ulam tiba. Jabang bayi yang ditunggu-tunggu lahir dengan selamat dan berjenis kelamin perempuan. Ia kemudian diberi nama Siti Rauhun. Nama tersebut diambil dari bahasa Arab yang artinya “kegembiraan/ kenikmatan”.
Sedangkan puteri keduanya diberi nama Siti Raihanun, yang akrab dipanggil Ummi Raihanun. Sebagaimana disebutkan di atas, puteri kedua adalah buah dari perkawinannya dengan Hajah Siti Rahmatullah.
Siti Rahmatullah adalah puteri dan Guru Hasan, seorang imam khatib di Masjid distrik Rarang. Perkenalan Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin dengan Siti Rahmatullah tenjadi ketika pada suatu hari ayahnya datang bersilaturrahmi ke rumah Guru Hasan di Rarang. Saat itulah ia mengutarakan keinginannya untuk menikahkan puteranya dengan puteri Guru Hasan.
Karena waktu itu Siti Rahmatullah masih sangat kecil dan belum mempunyai keinginan sama sekali untuk menikah, Tuan Guru Haji Abdul Madjid hanya berjanji akan menikahkan puteranya dengan Siti Rahmatullah. Semenjak itu hubungan di antara kedua keluarga ini terbangun dengan sangat erat. Setiap tahun Tuan Guru Haji Abdul Madjid bersilaturrahmi ke Rarang, demikian pula sebaliknya. Setelah mencapai usia yang cukup, barulah keduanya dinikahkan. Dan dari pernikahan ini kemudian lahir seorang puteri yang diberi nama Siti Raihanun.
Adapun dari istrinya yang lain, ia tidak mendapatkan keturunan, baik putra ataupun putri. Dan karena hanya mempunyai dua orang puteri yang bernama Siti Rauhun dan Raihanun, ia juga populer dengan sebutan “Abu Rauhun wa Raihanun”.
Beliau mengakui bahwa nama kedua puterinya diambil dari Al-Qur’an Surat Al-Waqi’ah ayat 89 yang berbuyi “Fa rauhun wa raiharnen wajannatu na’im”, [maka dia memperoleh ketenteraman dan rezeki serta sorga kenikmatan].
Dari kedua orang putrinya, ia mendapatkan banyak cucu dan keturunan. Dari Siti Rahun ia memperoleh enam orang cucu, yaitu: 1] Siti Rahmi Jalilah; 2] Syamsul Lutfi; 3] M. Zainul Majdi; 4] M. Jamaluddin; 5] Siti Suraya; dan, 6] Siti Hidayati.
Sedangkan cucunya yang lalir dari Siti Raihanun, sebanyak tujuh orang putra dan putri, yaitu: 1] Lalu Gede Wiresakti Amir Murni; 2] Lale Laksemining Puji Jagat; 3] Lalu Gede Syamsul Mujahidin; 4] Lale al Yaqutunnafis; 5] Lale Syifa’un Nufus; 6] Lalu Gede Zainuddin al-Tsani; dan, 7] Lalu Gede Muhammad Fatihin.

Keluarga Besar Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid



Read More..

KELAHIRAN TUAN GURU KYAI HAJI MUHAMMAD ZAINUDDIN ABDUL MADJID

Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid yang nama kecilnya Muhammad Saggaf dilahirkan pada hari Rabu, 17  Rabi’ul Awal 1326 [1904 M] di Kampung Berini, Desa Pancor, Kecamatan Rarang Timur [Sekarang Kecamatan Selong] Lombok Timur Nusa Tenggara Barat.
Adalah Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid, yang namanya disingkat HAMZANWADI [Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah], yang akrab dipanggil Maulana Syaikh atau juga akrab dengan panggilan “Tuan Guru Pancor”, oleh para murid dan jamaahnya secara umum, semasa kecilnya diberi nama Muhammad Saggaf oleh ayahnya sendiri, yaitu Tuan Guru Haji Abdul Madjid.
Terdapat keunikan lain seputar kelahirannya, yaitu adanya cerita gembira yang di bawa oleh seorang wali, bernama Syaikh Ahmad Rifa’i yang juga berasal dari Maghrabi. Ia menemui Tuan Guru Haji Abdul Madjid menjelang kelahiran putranya. Syaikh Ahmad Rifa’i berkata kepada Tuan Guru Haji Abdul Madjid “Akan segera lahir dari istrimu seorang anak laki-laki yang akan menjadi ulama besar”.
Muhammad Saggaf adalah anak bungsu dari enam bersaudara, yaitu; Siti Sarbini, Siti Cilah, Hajah Saudah, Haji Muhammad Shabur dan Hajah Masyithah. Keenam putera-puterinya ini merupakan hasil perkawinan Tuan Guru Haji Abdul Madjid dengan seorang perempuan yang shalihah, berasal dari desa Kelayu Lombok Timur, bernama Inaq Syarn dan lebih dikenal dengan Hajah Halimatussa’diyah.
Nama Muhammad Saggaf masih disandangnya sampai ia berangkat ke Tanah Suci Makkah untuk melaksanakan ibadah haji bersama ayahnya. Setelah menunaikan ibadah haji, nama Muhammad Saggaf diganti menjadi Haji Muhammad Zainuddin oleh ayahnya sendiri.
Ikhwal penggantian nama ini, dilatar belakangi oleh ketertarikan ayahnya kepada nama seorang ulama yang memiliki kepribadian dan akhlak mulia, yaitu Syaikh Muhammad Zainuddin Senawak, seorang ulama di Masjid al-Haram. Sejak saat itu namanya kemudian berubah menjadi Haji Muhammad Zainuddin.
Read More..