Subscribe:

Kamis, 13 September 2012

MEMAHAMI TASAWUF DAN TRADISI NAHDLATUL WATHAN

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Mendengar kata tasawuf, yang terbetik dalam benak adalah sesuatu yang berat. Sesuatu yang jauh, yang tidak terjangkau oleh akal awam kita. Berpakaian serba putih, memelihara jenggot panjang dan menjauhi kehidupan dunia, hidup dalam kekurangan ekonomi alias miskin dan berpakaian lusuh. Gambaran itulah yang kerap dimunculkan, saat mendengar kata tasawuf, dan juga sufi (para pelaku tasawuf).

Ini masih ditambah lagi dengan pernyataan-pertanyaan ganjil atau nyleneh yang seringkali susah dipahami dan terkesan melanggar keyakinan umum kaum Muslim. Seperti ucapan Al Hajjaj dan Ba Yazid Al-Busthami, misalnya `’Akulah Sang Kebenaran” (ana Al-Haqq) atau `’Tak ada apapun dalam jubah – yang dipakai oleh Busthami – selain Allah.”

2.   Rumusan Masalah
  1. Menjelaskan beberapa hal tentang cara memahami tasawuf.
  2. Memahami beberapa tanggapan tentang tasawuf.
  3. Memahami dan mengkaji karya-karya Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sebagai teradisi warga Nahdlatul Wathan.
3. Tujuan

Makalah ini disusun dengan tujuan yang tidak lain adalah untuk menambah wawasan atau ilmu pengetahuan tentang bagaiman cara menanggapi dan memahami Tasawuf serta teradisi Nahdlatul Wathan

BAB II
MEMAHAMI TASAWUF  DAN TERADISI NAHDLATUL WATHAN


A.    MEMAHAMI TASAWUF

Istilah “sufi” atau “tasawuf” tentu sangat dikenal di kalangan kita, terlebih lagi di kalangan masyarakat awam, istilah ini sangat diagungkan dan selalu diidentikkan dengan kewalian, kezuhudan dan kesucian jiwa. Bahkan mayoritas orang awam beranggapan bahwa seseorang tidak akan bisa mencapai hakikat takwa tanpa melalui jalan tasawuf. Opini ini diperkuat dengan melihat penampilan lahir yang selalu ditampakkan oleh orang-orang yang mengaku sebagai ahli tasawuf, berupa pakaian lusuh dan usang, biji-bijian tasbih yang selalu di tangan dan bibir yang selalu bergerak melafazkan zikir, yang semua ini semakin menambah keyakinan orang-orang awam bahwasanya merekalah orang-orang yang benar-benar telah mencapai derajat wali (kekasih) Allah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tasawuf atau istilah lainnya yaitu sufistik seringkali digambarkan sebagai suatu kehidupan yang menyerupai kerahiban, pertapaan atau uzlah serta menjauh dari kehidupan duniawi.

Sering kali tasawuf dituduh sebagai ajaran sesat. Tasawuf dipersepsikan sebagai ajaran yang lahir dari rahim non Islam. Ia adalah ritual keagamaan yang diambil dari tradisi Kristen, Hindu dan Brahmana. Bahkan gerakan sufi, diidentikan dengan kemalasan bekerja dan berfikir. Betulkah? Untuk menilai apakah satu ajaran tidak Islami dan dianggap sebagai terkena infiltrasi budaya asing tidak cukup hanya karena ada kesamaan istilah atau ditemukannya beberapa kemiripan dalam laku ritual dengan tradisi agama lain atau karena ajaran itu muncul belakangan, paska Nabi dan para shahabat. Perlu analisis yang lebih sabar, mendalam, dan objektif. Tidak bisa hanya dinilai dari kulitnya saja, tapi harus masuk ke substansi materi dan motif awalnya. Tasawuf secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha untuk menyucikan jiwa sesuci mungkin dalam usaha mendekatkan diri kepada Allah sehingga kehadiran-Nya senantiasa dirasakan secara sadar dalam kehidupan.

Tasawuf dimaksudkan sebagai  tarbiyah akhlak-ruhani: mengamalkan akhlak mulia, dan meninggalkan setiap perilaku tercela. Atau sederhananya, ilmu untuk membersihkan jiwa dan menghaluskan budi pekerti. Demikian Imam Junaid, Syeikh Zakaria al- Anshari mendefiniskan.

Asal kata sufi sendiri ulama berbeda pendapat. Tapi perdebatan asal-usul kata itu tak terlalu penting. Adapun penolakan sebagian orang atas tasawuf karena menganggap kata sufi tidak ada dalam Al-Qur’an, dan tidak dikenal pada zaman Nabi, Shahabat dan tabi\’in dan hal ini tidak otomatis menjadikan tasawuf sebagai ajaran terlarang! Artinya, kalau mau jujur sebetulnya banyak sekali istilah-istilah (seperti nahwu, fikih, dan ushul fikih) yang lahir setelah periode Shahabat, tapi ulama kita tidak alergi, bahkan menggunakannya dengan penuh kesadaran.

Kenapa gerakan tasawuf baru muncul pasca era Shahabat dan Tabi’in? Kenapa tidak muncul pada masa Nabi? Jawabnya, saat itu kondisinya tidak membutuhkan tasawuf. Perilaku umat masih sangat stabil. Sisi akal, jasmani dan ruhani yang menjadi garapan Islam masih dijalankan secara seimbang. Cara pandang hidupnya jauh dari budaya pragmatisme, materialisme dan hedonisme.

Tasawuf sebagai nomenklatur sebuah perlawanan terhadap budaya materialisme belum ada, bahkan tidak dibutuhkan. Karena Nabi, para Shahabat dan para Tabi’in pada hakikatnya sudah sufi: sebuah perilaku yang tidak pernah mengagungkan kehidupan dunia, tapi juga tidak meremehkannya. Selalu ingat pada Allah Swt sebagai sang Khaliq Ketika kekuasaan Islam makin meluas.

B.     BEBERAPA TANGGAPAN TENTANG TASAWUF
  1. Ibn al-Khaldun pernah menyatakan bahwa tasawuf para sahabat bukanlah pola ketasawufan yang menghendaki kasyf al-hijab (penyingkapan tabir antara Tuhan dengan makhluk) atau hal-hal sejenisnya yang diburu oleh para sufi di masa belakangan. Corak sufisme yang mereka tunjukkan adalah ittiba’ dan iqtida’ (kesetiaan meneladani) perilaku hidup Nabi.
  2. Abdul Qadir Mahmud menyatakan bahwa pola hidup sufistik yang diteladankan oleh sirah hidup Nabi dan para sahabatnya masih dalam kerangka zuhud. Kata Ahmad Sirhindi, tujuan tasawuf bukanlah untuk mendapat pengetahuan intuitif, melainkan untuk menjadi hamba Allah.
  3. Abul Hasan Al Fusyandi, seorang tabi’in yang hidup sezaman dengan Hasan Al Bisri mengatakan, “Pada zaman Rasulullah, tasawuf ada realitasnya, tetapi tidak ada namanya. Dan sekarang, ia hanyalah sekedar nama, tetapi tidak ada realitasnya.”

Pernyataan ulama dari kalangan tabi’in ini bisa menjadi acuan bahwa zaman Rasulullah, memang tidak dikenal istilah tasawuf, namun ada realitasnya seperti sikap zuhud, qona’ah, taubat, ridha, shabar, dan lain-lain. Nah, sikap-sikap mulia tersebut dirangkum dalam sebuah nama yang sekarang dikenal dengan istilah tasawuf. Jadi, kita tidak perlu mempersoalkan nama, yang penting realitas atau substansinya.

Jadi, inti dari tasawuf adalah usaha pensucian jiwa dengan amaliah-amaliah yang shaleh yang sesuai dengan sunnah Rasulullah, Prof. Hamka (alm) menyebutnya dengan istilah Tasawuf Modern. Namun demikian, kita pun perlu membuka mata bahwa memang ada juga ajaran tasawuf yang menyimpang dari sunnah Rasulullah. Inilah yang disebut dengan tasawuf yang bid’ah. Sementara usaha pensucian hati yang mengikuti sunah Rasulullah sama sekali tidak bid’ah.

Tujuan tasawuf adalah mendekatkan diri sedekat mungkin dengan Tuhan sehingga ia dapat melihat-Nya dengan mata hati bahkan rohnya dapat bersatu dengan Roh Tuhan. Filsafat yang menjadi dasar pendekatan diri itu adalah, pertama, Tuhan bersifat rohani, maka bagian yang dapat mendekatkan diri dengan Tuhan adalah roh, bukan jasadnya. Kedua, Tuhan adalah Maha Suci, maka yang dapat diterima Tuhan untuk mendekatiNya adalah roh yang suci. Tasawuf adalah ilmu yang membahas masalah pendekatan diri manusia kepada Tuhan melalui penyucian rohnya.

Kesimpulannya, pada zaman Rasulullah  tidak ada istilah tasawuf, yang ada adalah realitas atau substansinya seperti zuhud, qana’ah, ridha. ‘iffah, dan lain-lain. Kita dibenarkan untuk mempelajari dan mengamalkan tasawuf yang mengikuti sunah Rasulullah  dan haram mempelajari serta mengamalkan tasawuf yang tidak sesuai dengan sunnah Rasulullah (tasawuf yang bid’ah). Jadi, kita tidak bisa men-generalisasi bahwa semua tasawuf itu bid’ah. Sungguh bijak bila kita dapat menempatkan segala sesuatu secara proporsional. Wallahu a’lam.

C.  TERADISI NADLATUL WATHAN

Berbeda dengan Nahdlatul Ulama, Nahdlatul Wathan adalah ormas yang kecil sekecil tempat berdirinya. Namun meski pulau Lombok terlihat kecil, gunungnya amatlah tinggi. Pendiri Nahdlatul Wathan sendiri tidaklah pernah ragu menyatakan bahwa gunung rinjani adalah gunung tertinggi sepermukaan bumi. Apapun mitosnya, Nahdlatul Wathan adalah ormas yang berperan sangat besar terhadap Islamisasi pulau Lombok dan NTB umumnya. Bagi penulis, kehadiran TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dan Nahdlatul Wathan-nya patutlah di syukuri dan di banggakan. Bukan hanya itu, Nahdlatul Wathan harus di universalkan sebagaimana yang Syeikh Zainuddin cita-citakan.

Memang tidak mudah mendapat pengakuan dunia dalam waktu singkat. Kita harus meninjau lebih dahulu berbagai aspek yang meliputi urgensitas ormas tersebut. Mengapa Nahdlatul Wathan harus mendunia?

1. Judul-Judul Karya Tulis TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid

Di sela-sela kesibukan Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dalam melakukan aktivitas di bidang pendidikan, sosial, dan dakwah, ia juga tidak lupa menulil beberapa kitab sebagai rajukan bagi para santri di madrasah NWDI dan NBDI. Karya-karyanya memang tidak berbentuk kitab-kitab yang besar, yang berisi kajian-kajian yang panjang dengan pembahasan yang lebar (muthawwalat), tetapi karyanya lebih merupakan kajian-kajian dasar dan biasanya dalam bentuk syair dan nadzham-nadzham dalam bahasa arab. Di samping itu juga, terdapat kitab yang berisi nadzham dalam dua bahasa, yaitu bahasa arab dan bahasa melayu. Karyanya juga dalam bentuk syarah atau penjelasan lebih lanjut terhadap suatu kitab dan dalam bentuk saduran dari kitab-kitab lain.

Beberapa karya tulis yang telah di hasilkannya, antara lain sebagai berikut :

1. Dalam Bahasa Arab :
  • Risalah Al-Tauhid dalam bentuk soal jawab (Ilmu Tauhid).
  • Sullam Al-Hija Syarh Safinah Al-Naja (Ilmu Fiqih).
  •  Nahdlah Al-Zainiyah dalam bentuk nadzham (Ilmu Faraidh).
  • Al-Tuhfalh Al- Anfananiyah Syarh Nahdlah Al-Zainiyah (Ilmu Faraidh).
  • Al-Fawakih Al-Nahdliyah dalam bentuk soal jawab (Ilmu Faraidh).
  • Mi’raj Al-Shibyan Ila Sama’i Ilm Al-Bayan (Ilmu Balaghah).
  • Al-Nafahat ‘Ala Al-Taqrirah Al-Saniyah (Ilmu Mushthabalah Al-Hadits).
  • Nail Al-Anfal (Ilmu Tajwid).
  •  Hizb Nahdlah Al-Wathan (Do’a Dan Wirid).
  •  Hizb Nahdlah Al-Wathan (Do’a Dan Wirid Bagi Kaum Wanita).
  • Shalawat Al-Nahdlatain.
  • Thariqah Hizb Nahdlah Al-Wathan.
  • Ikhtisar Thariqah Hizb Nahdlah Al-Wathan (Wirid Harian).
  • Shalawat Nahdlah Al-Wathan.
  • Shalawa Miftah Bab Rahmah Allah (Wirid Dan Do’a).
  • Shalawat Al-Mab’uts Rahmah Li Al-‘Alamin (Wirid Dan do’a).
  • Dan lain-lain.
2. Dalam Bahasa Indonesia dan Sasak :
  • Batu Ngompal (Ilmu Tajwid).
  • Anak Nunggal Taqrirat Batu Ngompal (Ilmu Tajwid).
  • Wasiat Renungan Masa  I Dan II (Nasihat dan Petunjuk Perjuangan Untuk Warga Nahdlatul Wathan).
3.  Nasyid/Lagu Perjuangan dan Dakwa Dalam Bahsa Arab, Indonesia dan Sasak :
  • Ta’sis Nwdi (Anti Ya Pancor Biladi).
  • Imammuna Al-Syafi’i.
  • Ya Fata Sasak.
  • Ahlan Bi Wafd Al-Zairin.
  • Tanawwar.
  • Mars Nahdlatul Watahan.
  • Bersatulah Haluan.
  • Nahdlatain.
  • Pacu Gama’.
  • Dan lain-lain.
2. Deskripsi Beberapa Karya Tulis TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid
 
Hizb Nahdlah Al-Wathan dan Hizb Nahdlah Al-Banat

a.  Pengertian Hizb

Secara etimologis Hizb berarti do’a, wirid, senjata, bagian, kelompok, partai dan golongan. Sedangkan secara terminologisnya Hizb berarti kumpulan do’a-do’a atau wirid yang sistematika bacaannya teratur dan terpilih dari ayat-ayat Al-Qur’an dan Al-Hadits Nabi Muhammad SAW serta amalan-amalan rutin para ulama’ dan aulia Allah yang di amalkan dengan tujuan tertentu dan sebagai sara mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan kata lain, bahwa Hizb adalah kumpulan do’a-do’a yang teratur dan terpilih dengan sasaran yang terarah.

Dalam tradisi tasawwuf Nahdlatul Wathan di kenal dengan tiga macam Hizb yakni Hizb Nahdlah Al-Wathan, Hizb Nahdlah Al-Banat dan Thariqah Hizb Nahdlatul Wathan. Ketiga jenias amaliah tasawwuf ini merupakan karya-karyanya yang di sadur dari kumpulan-kumpulan dari sekitar 70 macam Hizb para wali Allah.

b. Sejarah Hizb Nahdlah Al-Wathan dan Hizb Nahdlah Al-Banat

Hizb Nahdlah Al-Wathan dan Hizb Nahdlah Al-Banat lahir sebagai bentuk permohonan kepada Allah SWT untuk mempertahankan keutuhan madrasah NWDI/NBDI dari para penentang sistem madrasah pada saat itu, orang-orang yang hasad, dan bahkan dari penjajah Jepang yang ingin menutup madrasah tersebut. Berkat pertolongan Allah melalui pengamalan Hizb Nahdlah Al-Wathan dan Hizb Nahdlah Al-Banat, maka kedua madrasah tersebut tidak di bubarkan oleh Jepang. Sementara di pihak lain, sekitar 60% madrasah dan sekolah agama di Indonesia telah di bubarkan atau membubarkan diri.

Proses tersusunnya Hizb Nahdlah Al-Wathan dan Hizb Nahdlah Al-Banat pada awalnya berbentuk lembaran-lembaran do’ayang di bagikan kepada para santri sebagai amalan yang harus di baca ketika banya para penentang dan orang-orang hasad yang memusuhi perjuangan Nahdlatul Wathan. Lembaran-lembaran do’a ini oleh para santri minta di ijazahkan dan di bukukan secara sistematis. Akhirnya pada tahun 1360 H/1940 M Hizb Nahdlah Al-Wathan di bukukan, dan Hizb Nahdlah Al-Banat pada tahun 1363 H/1943 M.

Pada awal tersusunnya Hizb ini bentuknya cukup panjang sehingga para santri banyak yang tidak cukup kuat dan konsisten untuk mengamalkannya. Kemudian atas kebijakan Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, Hizb Nahdlah Al-Wathan di sempurnakan susunannya dengan maksud agar para santri dan jamaah Nahdlatul Wathan dapat mengamalkannya secara kontinyu dan konsisten. Proses penyederhanaan Hizb Nahdlah Al-Wathan di lakukan olehnya pada tahun 1363 H/1943 M. berkaitan dengan ini, ia menyatakan bahwa :

“sesungguhnya setelah tiga tahun situasi menuntut untuk melakukan penyederhanaan Hizb dan menjadikannya sebagai salah satu kebijakan madrasah untuk di hafal oleh para santri, bai senior maupun yunior. Tujuannya adalah sebagai dorongan yang kuat dalam memperoleh manfaat yang di harapkan serta sebagai rasa cinta dan komitment yang kuat pada agama yang lurus di masa kini, yang penuh dengan kerusakan, penyimpangan dan kekafiran, serta banyak di landa oleh praktek-praktek bid’ah yag penuh dengan kesesatan”.

Sementara Hizb Nahdlah Al-Banat sejak awal memang di susun dalam bentuk yang ringkas dan tidak pernah di lakukan penyederhanaan seperti Hizb Nahdlah Al-Wathan.

c.  Sistematika Hizb Nahdlatul Wathan dan Hizb Nahdlatul Banat

Sebagaimana yang telah di kemukakan sebelumnya bahwa Hizb merupakan lembaran-lembaran do’a yang di susun dan di kumpulkan oleh Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, kemudian diamalkan secara kontinyu dan konsisten oleh para santri dan jamaah Nahdlatul Wathan. Amalan inilah yang selanjutnya di namakan sebagai Hizb Nahdlah Al-Wathan.

Hizb Nahdlah Al-Wathan dan Hizb Nahdlah Al-Banat, selain berisi bacaan Hizb itu sendiri, juga di lengkapi dengan bacaan-bacaan lain, seperti shalawat-shalawat Nabi, bacaan talqin mayyit, khutbah nikah dan di lengkapi dengan beberapa surat Al-Qur’an, dan lain-lain. Sistematika seperti ini di lakukan untuk melengkapi kitab Hizb ini, sehingga di cetak dalam bentuk buku saku untuk mengantisipasi beberapa kebutuhan masyarakat, seperti adanya khutbah nikah untuk di gunakan ketika adanya pernikahan, dan bacaan talqin mayyit bila ada yang meninggal. Bahkan pada cetakan terakhir, Hizb ini juga berisi wasiat dan sya’ir-sya’ir dari gurunya yang bernama Syeikh Sayyid Muhammad Amin Kutbi.

Adapun sistematika tulisan Hizb Nahdlah Al-Wathan dan Hizb Nahdlah Al-Banat adalah sebagaio berikut :

1.      Shalawat Nahdlatul Wathan.
2.      Surah Al-Yasin.
3.      Surah Al-Waqi’ah.
4.      Surah Al-Mulk.
5.      Kata pengantar dengan bahasa Indonesia, tulisan Arab Melayu.
6.      Pengantar cetakan yang ke delapan.
7.      Mukaddimah Hizb Nahdlatul Watahan, yang berbahasa Arab.
8.      Pembukaan (Miftah) Hizb Nahdlah Al-Wathan dan Hizb Nahdlah Al-Banat.
9.      Pembacaan enam Shalawat (Shalawat Al-Sitti), yaitu :
  • Shalawat Nahdlatain
  • Shalawat Al-Fatih
  • Shalawat Al-Nariyah
  • Shalawat Al-Thibb
  • Shalawat Al-Ali Al-Qadri
  • Shalawat Miftahi Bab Rahmatillah
10.  Hizb Nahdlatul Watahan.
11.  Kata-kata penutup (Khatimah).
12.  Ikhtisar Hizb Nahdlatul Wathan.
13.  Hizb Nahdlatul Banat.
14.  Al-Qashidah Al-Munfarijah, oleh Imam Al-Arifu Billahi Abu Fadhil Yusuf Ibn Muhammad.
15.  Qashidah, oleh Imam Abu Al-Qasim Al-Sahil.
16.  Qashidah, oleh Imam Al-Muhaddits Al-Syeikh Habibullah Al-Syanqiti.
17.  Qashidah, oleh sebagian Auliya Rahimahullah, kecuali bait terakhir oleh pengarang hizb ini.
18.  Qashidah, oleh para Masyaikh (pengarang hizb ini).
19.  Qashidah, oleh sebagian Ulama Al-Jilla, r.a. kecuali bait kalimat Rabbana ya dzal jalali wal minan - wal’asya ya wal bukar, oleh pengarang hizb ini.
20.  Qashidah, oleh Imam Al-Adib Al-Arib Ibn Mawardi, r.a.
21.  Do’a Al-Faraj, oleh Sayyidah Aisyah Ummu Al-Mukminin, r.a.
22.  Qashidah, oleh Sayyid Al-Auliya Al-Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani.
23.  Qashidah, oleh Maulana Al-Syeikh Hasan Muhammad Al-Masysyath Al-Makki, yang di awali dengan komentar pengarang hizb ini tentang kelebihan qashidah tersebut.
24.  Ayat Al-Hifdzi.
25.  Penjelasan tentang gambaran umum terhadap isi dan kandungan hizb, adab berhizb dan kaifiat pengamalan, oleh Maulana Al-Syeikh Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.
26.  Tambahan penting pada cetakan kedua, yaitu qashidah Imam Al-Busyairi dan shalawat penutup.
27.  Asma’ Al-Husna dengan huruf Nida beserta do’anya.
28.  Shalawat Ismu Al-A’dzham, oleh Syeikh Muhammad Taqiyuddin Al-Dimasqi, kecuali kalimat tambahan di akhir shalawat tersebut oleh pengarang hiz ini.
29.  Shalawat Al-Masyhudah.
30.  Shalawat Bardan Wa Salaman, oleh Abu Rauhun Wa Raihanun yakni pengarang hizb ini.
31.  Shalawat Sepuluh.
32.  Qashidah Al-Muhammadiyah, oleh Imam Al-Busyairi, r.a.
33.  Ayat Al-Shalihat.
34.  Shalawat Rahmatan Li Al-‘alamin, oleh Maulana Al-Syeikh Zainuddin (pengarang hizb ini).
35.  Shalawat Mukhlisin Al-Maqbulin, oleh Maulana Al-Syeikh Zainuddin.
36.  Shalawat Al-Aliyu Al-Qadri, yang di sambung dengan do’a terhadap Nahdlatul Wathan.
37.  Shalawat Al-Taisir, oleh Abu Rauhun Wa Raihanun (Maulana Al-Syeikh pengarang hizb ini).
38.  Mulahadzah, kandungannya memberi arahan kepada kita tentang beberapa kitab yang harus di miliki.
39.  Talqin Mayyit.
40.  Khutbah Nikah.
41.  Tarshi’, (bait-bait syair Syeikh Al-Sayyid Muhammad Amin Al-Kutbi), yang pernah di tulis pada kitab Mi’rajush Shibyan, karangan dari pengarang hizb ini.
42.  Wasiat dalam bahasa arab, oleh Maulana Al-Syeikh Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, berikut terjemahannya ke dalam bahasa Arab-Indonesia.
43.  Photo diri asli dari pengarang atau penyusun Hizb Nahdlatul Wathan-Hizb Nahdlatul Banat, Al-‘Allamah Abu Al-Madarisal-Madjid Al-Ampenani Al-Indonisi.

d. Tata Cara Pengamalan Hizb Nahdlatul Wathan dan Hizb Nahdlatul Banat

Pengamalan hizb Nahdlatul wathan, ketika masih berbentuk lembaran-lembaran, maka pengamalannya harus mendapat ijazah resmi dari Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid. Karena penerimaan ijazah (serah terima) hizb sebelum di amalkan, adalah sebagai persyaratan mutlak bagi pengamalnya. Tradisi pengijazahan ini terus berlanjut sampai Hizb Nahdlatul Wathan dan Hizb Nahdlatul Banat di tulis dan di cetak menjadi sebuah buku. Setelah hizb di tulis dan di cetak, secara teratur manjadi sebuah buku, maka tradisi pengijazahan secara resmi di tiadakan atau tidak lagi menjadi persyaratan mutlak bagi pengamalnya. Bahkan saat ini siapapun boleh mengamalkannya secara massif dengan niat ikhlas dan istiqomah.

Tata cara pembacaan Hizb Nahdlatul Wathan dan Hizb Nahdlatul Banat dapat di lakukan secara sendiri-sendiri maupun secara kolektif (berjamaah). Prosesi awal di mulai dengan bacaan surat Al-Fatihah sebanyak tiga kali dengan niatan di tujukan kepada :
  1. Nabi Muhammad SAW, seluruh para Nabi dan Rasul , keluarga dan sahabatnya.
  2. Penyusun Hizb Nahdlatul Wathan dan Hizb Nahdlatul Banat, yaitu Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, keluarganya dan pendukungnya.
  3. Para ulama’ dan auliya Allah, kedua orang tua, para guru, dan semua warga Nahdlatul wathan dan seluruh ummat muslim dan muslimat yang masih hidup maupun yang sudah meninggal.
Apabila di lakukan secara sendiri, maka setelah selesai surat Al-Fatihah sebanyak tiga kali seperti di atas, kemudian di lanjutkan dengan membaca enem shalawat, yakni shalawat Nahdlatain, shalawat al-fatih, shalawat al-nariyah (al-taziah), shalawat al-tibb, shalawat al-aly al-qadri dan shalawat al-miftahibab rahmatillah, masing-masing sebanyak satu kali. Selanjutnya di mulai pembacaan Hizb Nahdlataul Wathan atau Ikhtisar atau Hizb Nahdlatul Banat. Prosesi ini kemudian di akhiri dengan bacaan do’a penutup yang di awali dengan pembacaan ama al-husna.

Sedangkan apabila di lakukan dengan berjamaah, maka setelah pembacaan Hizb, maka di lanjutkan dengan pembacaan qashidah al-munfarijah, qashidah imam abu al-qasim al-suhail, qashidah al-syeikh habibullah al-syanqithi, kemudian di lajutkan dengfan pembacaan do’a yang di susun oleh para auliya.

Pembacaan hizb secara berjamaah mempunyai nilai lebih utama di bandingkan dengan pembacaan secara individu. Pembacaan secara berjamaah ini sama halnya dengan berjamaah dzikir, shalat, dan lain-lain. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang menjelaskan tentang keutamaan berdo’a dan berdzikir secara berjamaah.

“tidaklah suatu kaum duduk berdzikir (berdo’a) kepada Allah SWT, kecuali malaikat akan menaungi mereka, rahmat Allah merantai mereka, dan ketenangan akan turun kepada mereka yang berada di sisi-Nya”. (HR Muslim)

Tradisi pembacaah hizb merupakan salah satu ciri khas dari komunitas jamaah Nahdlatul Wathan di mana saja mereka berada. Hal ini sesuai dengan wasiat beliau dalam wasiat renungan masa pengalaman baru.

“siarkan hizb sampai merata – agar banyaklah pendo’a kita – mendo’akan Negara, nusa dan bangsa – mendo’akan Islam se nusantara”

Selain itu, ia juga menganjurkan kepada para santri dan para jamaah untuk senantiasa mengamalkan Hizb Nahdlatul Wathan dan Hizb Nahdlatul Banat berada dan menjadikannya sebagai wirid harian di mana saja dan kapan saja secara konsisten, baik dalam kondisi damai maupun dalam kondisi genting, seperti dalam kondisi di kecam rasa ketakutan, di timpa musibah, dan ketika terjadi merabahnya yang mengancam keselamatan jiwa.

Thariqah Hizb Nahdlatul Wathan

a. Arti Thariqah dan Tujuan Pengamalannya

Secara etimologi thariqah berarti jalan menuju hakekat. Dengan kata laing yaitu pengamalan syari’at. Sehingga secara terminology, Muhammad Amin al-kurdi mengajukan tiga definisi, yaitu :
  1.  mengamalkan syari’at : melaksanakan seluruh ibadah dengan tekun, dan menjauhkan diri dari sikap mempermudah (menggampangkan) ibadah yang sebenarnya tidak boleh di permudah.
  2.  menjauhi larangan dan melaksanakan ibadah Allah sesuai dengan kesanggupannya, baik perintah dan larangan tersebut bersifat jelas maupun tidak (batin).
  3. meninggalkan segala yang haram dan yang makruh, memperhatikan hal-hal yang mubah (yng mengandung fadlilah), menunaikan segala yang di wajibkan dan yang di sunnatkan sesuai dengan kesanggupannya di bawah bimbingan seorang mursyid dari sufi yang mencita-citakan suatu tujuan.
Thariqat sebagaimana yang berkembang di kalangan ulam ahli tasawuf, ialah jalan atau petunjuk dalam melakukan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang di contohkan oleh Nabi Muhammad SAW., dan yang di kerjakan oleh sahabat-sahabatnya, Tabi’in-tabi’in turun temurun sampai kepada guru-guru atau para ulama yang saling sambung menyambung dan rantai berantai sampai kepada masa kita saat ini.

Sementara menurut L. Massignon, seorang Islamisis yang pernah melakukan penelitian terhadap ajaran tasawuf di beberara Negara Islam, sebagaimana yang di kutip oleh Mahjuddin, memberikan dua macam pengertian thariqah. Pertama : thariqah diartikan sebagai pendidikan kerohanian yang sering di lakukan oleh orang-orang yang menempuh kehidupan tasawuf, untuk mencapai suatu tingkatan kerohanian yang di sebut al-maqamat  dan al-ahwal. Pengeertian seperti ini menonjol pada paruh abad IX dan X masehi. Kedua : thariqah di artikan sebagai sebuah perkumpulan yang di dirikan menurut aturan-aturan yang di tetepkan oleh syeikh yang menganut suatu aliran thariqah tertentu. Dalam perkumpulan tersebut, seorang Syeikh mengajarkan Ilmu tasawuf menurut aliran thariqah yang di anutnya, kkemudian di amalkan secara bersama-sama dengan murid-muridnya. Ini menojol sekitar pada abad IX masehi.

Adapun tujuan pengamalan thariqah, antara lain :
  1. untuk mengadakan latihan jiwa (riyadhah) dan berjuang melawan hawa nafsu (mujahadah), membersihkan diri dari sifat-sifat yang tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji melalui perbaikan budi pekerti.
  2. untuk menumbuhkan rasa dekat kepada Allah SWT melalui wirid dan dzikir yang di barengi dengan tafakkur.
  3.  menumbuhkan rasa takut kepada Allah SWT sehingga timbul dalam diri seseorang untuk berusaha menghindari diri dari segala macam pengaruh duniawi yang dapat menyebabkan lalai kepada-Nya.
  4. untuk mencapai ridha Allah semata, sehingga ia mencapai suatu tingkatan (maqam) ma’rifat, yang dapat mengetahui segala rahasia Allah dan Rasul-Nya secara jelas.
b. Sejarah Lahirnya Thariqat Hizb Nahdlatul Wathan

Al-Ghazali dan Ibn Al-Arabi membagi empat tahapan yang harus di lalui seseorang yang menjalani ajaran tasawuf untuk mencapai tujuan yang di kenal sebagai al-saadah (kebahagiaan) atau al-insan al-kamil (manusia paripurna). Keempat tahapa tersebut terdiri dari syari’at, thariqat, haqiqat, dan ma’rifat. Berkaitan dengan ini, Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjidmengatakan bahwa syari’at itu merupakan uraian, thariqat merupakan pelaksanaan, haqiqat merupakan keadaan, dan ma’rifat merupakan tujuan pokok, yakni pengenalan tuhan yang sebenar-benarnya. Ia juga menganalogikan syari’at ini sebagai sebuah sampan, thariqat sebagai lautan, dan haqiqat sebagai mutiara.

Lebih lanjut dalam ajaran tasawufnya ia tidak memisahkan secara diametral antara fiqh dan tasawuf. Dalam konteks ini, ia selau mgnungkapkan argumentasi dengan mengutip pandangan Anas Ibn Malik yang menyatakan bahwa :

“barang siapa yang melaksanakan fiqh saja tanpa di barengi dengan pelaksanaan  tasawuf, maka ia termasuk golongan orang-orang yang fasiq, dan barang siapa yang melaksanakan tasawuf saja tanpa melaksanankan fiqh, maka ia termasuk orang-orang yang zindik, sementara barang siapa yang mengerjakan keduanya, secara sinergis, maka ia termasuk orang-orang yang telah mencapai derajat haqiqat”.

Berkaitan dengan ajaran untuk mensinergikan antara syari’at dan haqiqat di atas, ia menulis dam bait-bait syairnya sebagai berikut :

Wahai anakku jamaah thriqat
Janganlah lupa pada syariat
Ingatlah selalu kandungan baiat
Mudahan selama dunia akherat
  
Banyak sekali membisikkan hakekat
Padahal mereka butu syariat
Sehingga awam banyak terpikat
Menjadi zindik menjadi sesat


Selanjutnya berangkat dari pemikiran ini, ia ingin membentuk sebuah thariqat Nahdlatul Wathan sebagai media untuk mensinergikan aspek syariat dan thariqat serta sebagai sara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Proses kelahiran thariqat Nahdlatul Wathan adalah ketikan Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainiddin Abdul Madjid menunaikan ibadah haji, saat ia tengan beribadah di Masjid Nabawi di Madinah, ia di datangi seseorang yang kemudian di yakini sebagai Nabi KhidirAS. Dan ia menyampaikan salam dari Nabi Ibrahim yang menyatakan bahwa “Nahdlatul Wathan akan menjadi organisasi yang lengkap dan sempurna apabila sudah memiliki thariqat”. Berdasarkan pengalaman spiritual (khariq al-adah) ini, maka Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan thariqat yang kemudian di namakan dengan Thariqat Hizb Nahdlatul Wathan pada tahun 1964.

Penamaan thariqat ini di latarbelakangi oleh keinginannya untuk melengkapi Hizb Nahdlatul Wathan, sehingga thariqat ini merupakan initi sari dari Hizb Nahdlatul Wathan.

Di samping dengan pangalaman spiritual di atas, kehadiran thariqat ini juga di ilhami oleh maraknya aliran-aliran thariqat yang di anggap sesat, karena meninggalkan ajaran-ajaran syariat, seperti shalat, puasa, zakat, dan ibadah lainnya.

Thariqat sesat ini olehnya di sebut sebagai “thariqat syetan”, sebagaimana yang di kemukakan dalam syairnya :

Thariqat hizb harus berjalan
Bersama thariqat yang murni haluan
Membenteng syariat membenteng iman
Menendang ajaran thariqat syetan


Bacaan yang di amalkan dalam Thariqat Hizb NAhdlatul Wathan terdiri dari ayat-ayat Al-Qur’an, shalawat, do’a-do’a dari mu’tabar Rasulullah SAW. dan para ulama dan auliya auliya. Proses ini tidak membutuhkan waktu yang panjang di bandingkan dengan bacaan-bacaan thariqat yang lainnya.

c. Prosesi Pengamalan Thariqah Hizab Nahdlatul Wathan

Dalam prosesi pengamalan Thariqat Hizb Nahdlatul Wathani ini di bagi dalam empat macam pengamalan. Prosesi ini di awali dengan pembacaan surah Al-Fatihah tiga kali, sebagaimana dalam pengamalan Hizb Nahdlatul Wathan, yaitu surat Al-Fatihah yang pertama, kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para Nabi serta Rasul. Kedua kepada Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dan para pendukungnya. Dan yang ketiga kepada seluruh kaum muslimin dan muslimat.

Adapun empat macam pengamalan Thariqat Hizb Nahdlatul Wathan yang di maksud di atas adalah sebagai berikut :

1.      Wadzifah Al-Rawatib, di baca setiap selesai shalat lima waktu.
2.      Wirdu Al-Rabithah, di baca ketika menjelang waktu maghrib.
3.      WAdzufah Al-Yaumiyah, di baca satu kali setiap hari.
4.      Wadzifah Al-Usbu’iyah, di baca sekali dalam seminggu.
 
Shalawat

 Pengertian shalawat

Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW merupakan salah satu cara mengekspresikan rasa cinta kita sebagai umatnya kepada Rasulullah SAW. menurut keterangan Abu Dzar Al-Harawy pertama kali di perintahkan Allah SWT pada tahun kedua hijriyah. Ada pula yang berpendapat pada malam isra’ dan mi’raj, dan juga ada yang berpendapat pada bulan sya’ban, sehingga bulan sya’ban di sebut “syahru al-shalat” (bulan shalawat), karena pada bulan sya’ban itulah turunnya ayat Al-Qur’an yaitu surat Al-Ahdzab:56.

Secara etimologi, shalawat bisa berarti do’a dan memberi berkah. Sementara secara terminology, shalawat kepada Nabi Muhammad SAW adalah mengakui keRasulannya serta memohon kepada Allah SWT semoga Ia memberi keutamaan dan kemuliaan kepada Nabi Muhammad SAW.

Dalam aras yang sama, shalawat kepada Nabi adalah membesarkan dan memuji Nabi Besar Muhammad SAW. jika seseorang mengatakan “Allahumma ‘adzzim Muhammadan” (Ya Tuhanku, besarkan dan muliakanlah Nabi Muhammad SAW). bentuk permohonan ini di tujukan untuk penyebaran agama islam yang di bawanya, meninggikan dan mengekalkan syari’atnya di dunia, serta mengharapkan syafaatnya di akhirat kelak.

Perintah membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW adalah dengan turunnya ayat Al-Qur’an surat Al-Ahdzab: 56, yaitu :
yang artinya:
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. (Q.S. Al-Ahdzab:56)

Bershalawat artinya: kalau dari Allah berarti memberi rahmat: dari malaikat berarti memintakan ampunan dan kalau dari orang-orang mukmin berarti berdoa supaya diberi rahmat seperti dengan perkataan:Allahuma shalli ala Muhammad. Dengan mengucapkan perkataan seperti:Assalamu'alaika ayyuhan Nabi artinya: semoga keselamatan tercurah kepadamu Nabi.

Dalam hadits Nabi, anjuran untuk bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW antara lain dapaty di temukan dalam hadits di bawah ini yang artinya :

“barang siapa bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah akan mencurahkan rahmat kepadnya sebpuluh kali lipat”.

Adapun hukum membaca shalawat, para ulama berbeda pendapat tentang makna perintah yang di kandung oleh ayat Al-Qur’an surat Al-Ahdzab:56 tersebut yang mengatakan “shallu ‘alaihi wasallimu taslima” (bershalawatlah kamu untuknya dan ucapkan salam penghormatan kepadanya).

Diantara pendapat ulama tersebut, antara lain sebagai berikut : 
  1. Imam Syafi’i dan Imam Ahmad Ibn Hambal berpendapat bahwa : shalawat itu wajib di dalam shalat pada taysahud akhir dan sunnah pada waktu yang lainnya.
  2. Imam Hanafi berpendapat bahwa : hukum shalawat itu sunnah. Jika di baca pada tasyahud awal, membatalkan shalat, namun jika tidak di sengaja, shalat tidak batal tetapi harus dig anti dengan sujud sahwi.
  3. Imam Maliki berpendapat bahwa : shalaeat itu hukumnya wajib satu kali seumur hidup dan tidak wajib pada shalawat.
  4. Imam Al-Zamakhsyary berpendapat bahwa : shalawat itu hukumnya wajib apabila kita duduk di dalam suatu majlis.
Shalawat Nahdlatain dan shalawat Nahdlatul Wathan
Tuan Guru Kyai Haji muhammda Zainuddin Abdul Madjid telah menulis dan mengarang berbagai macam shalawat yang di persembahkan kepada santri dan jamaah Nahdlatul Wathan khusunya, serta ummat Islam pada umumnya. Shalawat-shalawat yang di maksudkan tadi telah dimasukkan dan menjadi bagian dari isi Hizb Nahdlatul Wathan.

Adapun shalawat-shalawat yang di karangnya dan di tulis serta di publikasikan olehnya, yaitu :
1.      Shalawat Nahdlatain
2.      Shalawat Nahdlatul Wathan
3.      Shalawat Miftahi Babi Rahmatillah
4.      Shalawat Al-Mab’utsi Rahmatan Lil ’Alamin
5.      Shalawat At-Taisir
6.      Shalawat Al-Mukhlisin Wa Al-Maqbulin

Diantara shalawat-shalawat tersebut, shalawat Nahdlatain dan shalawat Nahdlatul Wathan memiliki kedudukan yang sangat penting, karena secara eksplisit di dalamnya termuat kata-kata Nahdlatul Wathan. Menurut Tuan Guru Kyai Haji muhammda Zainuddin Abdul Madjid, shalawat Nahdlatain itu sebagai shalawat informasi. Maksudnya adalah menginformasikan kepada seluruh umat manusia dari sejak zaman Nabi Adam AS hingga sekarang, bahwa telah berdiri dua madrasah induk, yakni madrasah NWDI dan madrasah NBDI beserta cabang-cabangnya.

Shalawat Nahdlatain yang di maksud yang artinya sebagai berikut :

”Ya Allah kami memohon dengan berkat kebesaran-Mu semoga Engkau berkenan mencurahkan siraman rahmat dan kesejahteraan bagi junjungan kami, Nabi Muhammad SAW, juga bagi seluruh Nabi dan Rasul serta keluarga dan sahabat mereka, semoga Engkau juga berkenan memakmurkan NWDI dan NBDI serta cabang-cabangnya sampai hari kemudian dan semoga Engkau berkenan menolong kami, membuka pintu rahmat dan barokan-Mu bagi kami, memberikan kami rizki, wahai Tuhan Yang Maha Hidup, Wahai Tuhan yang terus mengurus makhluk-Nya, tiada tuhan selain Engkau”

Shalawat itu di susun pada tahun 1947 M /1366 H, ketika ia mendapat perintah dari pemerintah untuk menjadi amirul haj dari NIT (Negara Indonesia Timur). Proses penyusunan shalawat ini, berawal dari inspirasi yang muncul pada dirinya ketika berada di Raudhah (makam Rasulullah SAW) di madinah. Pada saat itu da beberapa ulama yang berasal dari Mesir, Baghdad, dan lain-lain, ramai-ramai membaca berbagai model dan variasi shalawat yang di persembahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Melihat hal seperti itu, maka ia terispirasi pula untuk membuat sebuah kenang-kenangan dalam bentuk shalawat. Ia kemudian mengambil secarik kertas untuk mengorek bunyi atau lafazh shalawat tersebut. Sambil berdiri, duduk, berdiri, duduk mengoreksi dan meluruskan kalimatnya, maka dalam waktu singkat itu tersusunlah shalawat tersebut dengan rapih.

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Tasawuf atau istilah lainnya yaitu sufistik seringkali digambarkan sebagai suatu kehidupan yang menyerupai kerahiban, pertapaan atau uzlah serta menjauh dari kehidupan duniawi.

Tasawuf adalah usaha pensucian jiwa dengan amaliah-amaliah yang shaleh yang sesuai dengan sunnah Rasulullah, Prof. Hamka (alm) menyebutnya dengan istilah Tasawuf Modern. Namun demikian, kita pun perlu membuka mata bahwa memang ada juga ajaran tasawuf yang menyimpang dari sunnah Rasulullah. Inilah yang disebut dengan tasawuf yang bid’ah. Sementara usaha pensucian hati yang mengikuti sunah Rasulullah sama sekali tidak bid’ah.

Seringkali tasawuf dituduh sebagai ajaran sesat. Tasawuf dipersepsikan sebagai ajaran yang lahir dari rahim non Islam. Ia adalah ritual keagamaan yang diambil dari tradisi Kristen, Hindu dan Brahmana. Bahkan gerakan sufi, diidentikan dengan kemalasan bekerja dan berfikir

Hizb adalah kumpulan do’a-do’a yang teratur dan terpilih dengan sasaran yang terarah.

Hizb Nahdlah Al-Wathan dan Hizb Nahdlah Al-Banat lahir sebagai bentuk permohonan kepada Allah SWT untuk mempertahankan keutuhan madrasah NWDI/NBDI dari para penentang sistem madrasah pada saat itu, orang-orang yang hasad, dan bahkan dari penjajah Jepang yang ingin menutup madrasah tersebut.

Pengamalan hizb Nahdlatul wathan harus mendapat ijazah resmi dari Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid. Karena penerimaan ijazah (serah terima) hizb sebelum di amalkan, adalah sebagai persyaratan mutlak bagi pengamalnya.

Tradisi pembacaah hizb merupakan salah satu ciri khas dari komunitas jamaah Nahdlatul Wathan di mana saja mereka berada.

Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW merupakan salah satu cara mengekspresikan rasa cinta kita sebagai umatnya kepada Rasulullah SAW.

DAFTAR PUSTAKA

Bagir Haidar. 2005. Buku Saku Tasawuf. Arasy Mizan
Visi kebangsaan religius : bagian kedua
http://id.wikipedia.org/wiki/berkas:hamzanwadi/
http://laylawaty.blogspot.com/2010/10/memahami-tasawuf.html
http://lateralbandung.wordpress.com/2007/07/02/memahami-tasawuf-modern-dan-implementasinya/#comment-237

2 komentar:

  1. Hasil karyanya bagus untuk mengetahui secara lebih mendalam Organisasi NW. Semogah barokah..Amin. dan mohon ijn mengkopi!

    BalasHapus